Pada akhirnya, semua bakal dihadapkan pada sebuah keputusan.
Bertahan atau meninggalkan, menjadi pesakitan atau merajut senyuman. Konyol
jika kau bertahan dalam penderitaan. Adalah keputusan yang tepat, memilih pergi
dan mulai membangun kebahagiaan. Yang perlu kau tahu, bahagia itu mutlak.
Pasti berat memilih untuk pergi. Tentu. Meninggalkan seluruh
benih impian yang pernah kamu tanam dengan dia, seseorang yang amat kau cintai.
Berharap benih itu tumbuh subur menjadi pohon yang rindang dimasa depan.
Memang, kita selalu punya rencana. Menikah dengan si ini, mengurusi buah hati
bersama si itu, menjadi ini, menjadi itu. Tersusun rapi. Apik. Namun, jika
kehendak Sang Langit berbeda, apa mau dikata? Kenangan. Iya, kenangan. Rencana-rencana
indah itu gugur menjadi kenangan. (Klise banget gue, ya?)
Sejauh kamu melangkah, sekuat kamu menyangkal, kamu nggak
akan bisa melupakan yang namanya kenangan. Kenangan itu abadi. Entah kenangan
menyenangkan, ataupun sebaliknya. Kamu bisa saja meninggalkan kota, jauh entah
kemana, lalu berkata, "Aku-telah-melupakannya.". Tapi hatimu, enggak.
Terima semuanya. Akui segalanya.
Hatimu nggak bakal lupa, saat kamu mencuri-curi pandang, waktu
istirahat sekolah, sekedar untuk melihat senyumannya. Atau saat kamu sengaja berjalan mengitari
sekolah, agak jauh, demi melewati depan kelasnya. Atau saat kamu menunggui dia bermain
bola hingga sore, rela hujan-hujanan supaya bisa pulang bersama. Atau juga saat
kamu berjalan beriringan, melewati gerimis dibawah payung berdua. Relakan. Iya, relakan semua itu. (Siapa yang ngiris bawang disini? Pedih mata, woy!)
Hatimu juga nggak bakal lupa dengan kesalahan-kesalahannya. Saat
dia meninggalkanmu tanpa sebab. Mengabaikan ketika perasaanmu sedang menggebu-gebu.
Membiarkanmu menangis sendirian, semalaman. Sampai-sampai kau buta karenanya. Tetap
berjuang. Mencintainya. Mengorbankan hatimu untuk seorang yang sia-sia. Hey...
itu bukan kesalahanmu. Itu kesalahannya. Maafkan. Maafkan dia beserta
kesalahan-kesalahannya. Tuhan itu adil. Akan ada yang lebih pantas menerima
semua ketulusanmu.
Sekarang, simpan semua romansa konyol itu. Tutup rapat.
Kubur dalam-dalam. Dan jangan sekali-kali mencoba membongkarnya. Kamu sudah
melewatinya. Saatnya naik ke level selanjutnya; Badai-akan-selalu-mengintai-bahteramu-berlayar.
Kau tahu, secangkir teh itu terasa manis karena gulanya diaduk,
kan? Begitu juga manisnya hubungan. Jangan takluk karena konflik. Jangan
menunduk karena keadaan. Kuatlah bertahan, dengan nakhodamu sekarang. Yakinlah.
Dia-kapten-terbaik-dan-nggak-akan-ada-yang-sebanding-dengannya.
Sampai-kapanpun. Dia-adalah-tujuanmu-berproses-selama-ini. (Apalah gue. Sok
ngasih nasehat. Ngurus jodoh sendiri aja belum kelar-kelar.)
Terakhir, terima kasih atas segala hal yang pernah kau
sajikan, pernah kau tuangkan, pernah kau curahkan... untukku. Selamat
menikah, kamu. Selamat menempuh babak baru. Jauh melintasi waktu, hanya kita
yang tahu. (':
(Tim medis, tolong tim medis.)