Monday 11 May 2015

Takut

     Jam menunjuk pukul 23:00 WIB. Sudah hampir setengah jam lembar kerja Microsoft Word belum ternoda. Masih berupa hamparan putih dengan kursor yang berkedip teratur di pojok kiri atas layar. Bersih. Kosong. Entah apa yang sedang dipikirkan bocah laki-laki itu. Hanya menatap datar lembar kerjanya tanpa melakukan apa-apa. Sepuluh menit berlalu, dua puluh, tiga puluh. Tentu dia punya banyak waktu untuk dibuang-buang. Untuk tak melakukan apa-apa. Malam adalah dunianya. Kesunyian adalah teman terbaiknya. Menghabiskan waktu dimalam hari berteman kesunyian membuat dunianya ramai. Ramai menurut dia.

     Malam semakin malam, semakin larut didalam kegelapan. Bocah laki-laki itu masih diam, tetap bungkam. Nafasnya terhela. Akhirnya, jari-jemari tangannya mulai mengetikkan kata pertamanya... "Takut".

     Sesaat kemudian dia melanjutkan.
     "Aku takut pada diriku sendiri. Yang orang lain katakan selalu menyenangkan, selalu membahagiakan, selalu tanpa beban.Yang kebanyakan orang kira selalu tangguh, selalu bisa memecahkan persoalan, selalu, selalu, dan selalu. Iya, selalu. Selalu adalah kata yang menakutkan. Mengerikan. Membuatku gemetar.
     Aku takut pada diriku sendiri. Yang orang lain anggap sebagai panutan. Sebagai teladan. Sebagai contoh. Aku tak seterang itu. Aku tak lebih bersinar dari kalian. Tak lebih baik juga dari tulisan-tulisanku.
     Aku takut pada diriku sendiri. Pada tanggung jawab yang ada dikedua pundakku. Tanggung jawab sebagai anak pertama. Tanggung jawab untuk membantu orang tua, untuk menjadi tulang punggung keluarga, membantu pendidikan kedua saudara, terlebih untuk diriku sendiri. Bagaimana-jika-seandainya-aku-gagal? Pertanyaan itu jauh lebih menyeramkan dibanding hantu atau makhluk buas manapun. Aku-ketakutan."

     "Beep.... Beepp.. Beeeeppp..." Tangannya berhenti mengetik. Pandangannya teralih ke sudut meja. Satu (lagi) pesan masuk dari aplikasi WhatsApp. Beberapa pesan menumpuk diponsel pintarnya. Tidak. Dia bukan tidak sadar. Memang sengaja. Sengaja untuk tidak membuka pesan masuknya. Ada hening yang cukup lama. Jeda diantara tulisan. Lalu, dia kembali melanjutkan.
     "Aku dihantui ketakutan... sampai akhirnya kamu datang. Hingga kamu memberiku pelukan, untuk tetap kuat bertahan. Untuk melawan ketakutan.
     Kini aku merasa berani. Aku merasa tak perlu lagi ada hal yang harus aku takuti. Berada didekatmu, aku tidak menjadi 'aku'. Aku menjadi 'kita'. Tentu, kita adalah aku dan kamu. Aku seperti seorang pemberani. Iya, seperti."

     Kedua bibirnya terangkat. Tersenyum kecil.
     "Tetapi aku salah. Aku semakin ketakutan. Kau membuatku ketakutan. Sejatinya aku bukan seorang pemberani. Aku adalah si penakut. Aku takut melukaimu. Melukai perasaanmu, melukai hatimu. Tidak selamanya aku menjadi mata air bahagia yang mengalirkan senyum dan tawa. Akan ada waktunya aku akan menumpahkan genangan air dikedua matamu. Pasti ada masanya sikapku, ucapanku, dan entah apapun itu akan membuat anak sungai membelah pipimu.
     Aku takut mengecewakanmu. Takut jika bukan seperti yang kamu harapkan. Aku bukan apa-apa. Juga bukan siapa-siapa. Aku hanya seorang yang merasa beruntung bisa memelukmu. Mendekapmu selekat ini. Kamu... Tak cukup semalam aku mendefinisikan kata 'kamu'. Hanya saja, aku takut tak mampu mengimbangimu.
     Aku takut kehilanganmu. Kehilangan candamu, tawamu, marahmu, atau uring-uringanmu disetiap pagi. Aku takut semua itu hilang. Takut jika tak kutemukan lagi semua kebahagian itu diesok hari. Tak kurasakan lagi hal yang sama dikemudian hari."

     "Krek.. Krekk... Sssstt, Fiuhh." Gas karbondioksida terhembus. Kepulan uap hasil pembakaran membumbung ke langit-langit kamar. Ruangan yang tak terlalu besar mulai dipenuhi asap putih. Bocah laki-laki itu tersenyum. Senyumnya lebar. Memandangi ponsel pintarnya. Membaca pesan yang dikirim oleh seseorang.
     'Udah tidur ya?'
     'Aku ditinggal lagi :('
     'Nyebelin, ah'
     'Uuu, nyebelin'

     Tangannya mulai sibuk membalas pesan yang sudah sejak sejam lalu masuk keponselnya.
     'Eh, maaf. Aku ketiduran lagi. Hehehe'
     'Selamat malam ya? Mimpi indah'

     "Tidur nyenyaklah. Bola sinar raksasa siap menunggumu dipagi hari. Begitupun... aku. Iya, aku."