Wednesday 23 September 2015

Selamat Menikah

     Pada akhirnya, semua bakal dihadapkan pada sebuah keputusan. Bertahan atau meninggalkan, menjadi pesakitan atau merajut senyuman. Konyol jika kau bertahan dalam penderitaan. Adalah keputusan yang tepat, memilih pergi dan mulai membangun kebahagiaan. Yang perlu kau tahu, bahagia itu mutlak.

     Pasti berat memilih untuk pergi. Tentu. Meninggalkan seluruh benih impian yang pernah kamu tanam dengan dia, seseorang yang amat kau cintai. Berharap benih itu tumbuh subur menjadi pohon yang rindang dimasa depan. Memang, kita selalu punya rencana. Menikah dengan si ini, mengurusi buah hati bersama si itu, menjadi ini, menjadi itu. Tersusun rapi. Apik. Namun, jika kehendak Sang Langit berbeda, apa mau dikata? Kenangan. Iya, kenangan. Rencana-rencana indah itu gugur menjadi kenangan. (Klise banget gue, ya?)

     Sejauh kamu melangkah, sekuat kamu menyangkal, kamu nggak akan bisa melupakan yang namanya kenangan. Kenangan itu abadi. Entah kenangan menyenangkan, ataupun sebaliknya. Kamu bisa saja meninggalkan kota, jauh entah kemana, lalu berkata, "Aku-telah-melupakannya.". Tapi hatimu, enggak. Terima semuanya. Akui segalanya.

     Hatimu nggak bakal lupa, saat kamu mencuri-curi pandang, waktu istirahat sekolah, sekedar untuk melihat senyumannya. Atau saat kamu sengaja berjalan mengitari sekolah, agak jauh, demi melewati depan kelasnya. Atau saat kamu menunggui dia bermain bola hingga sore, rela hujan-hujanan supaya bisa pulang bersama. Atau juga saat kamu berjalan beriringan, melewati gerimis dibawah payung berdua. Relakan. Iya, relakan semua itu. (Siapa yang ngiris bawang disini? Pedih mata, woy!)

     Hatimu juga nggak bakal lupa dengan kesalahan-kesalahannya. Saat dia meninggalkanmu tanpa sebab. Mengabaikan ketika perasaanmu sedang menggebu-gebu. Membiarkanmu menangis sendirian, semalaman. Sampai-sampai kau buta karenanya. Tetap berjuang. Mencintainya. Mengorbankan hatimu untuk seorang yang sia-sia. Hey... itu bukan kesalahanmu. Itu kesalahannya. Maafkan. Maafkan dia beserta kesalahan-kesalahannya. Tuhan itu adil. Akan ada yang lebih pantas menerima semua ketulusanmu.

     Sekarang, simpan semua romansa konyol itu. Tutup rapat. Kubur dalam-dalam. Dan jangan sekali-kali mencoba membongkarnya. Kamu sudah melewatinya. Saatnya naik ke level selanjutnya; Badai-akan-selalu-mengintai-bahteramu-berlayar.

     Kau tahu, secangkir teh itu terasa manis karena gulanya diaduk, kan? Begitu juga manisnya hubungan. Jangan takluk karena konflik. Jangan menunduk karena keadaan. Kuatlah bertahan, dengan nakhodamu sekarang. Yakinlah. Dia-kapten-terbaik-dan-nggak-akan-ada-yang-sebanding-dengannya. Sampai-kapanpun. Dia-adalah-tujuanmu-berproses-selama-ini. (Apalah gue. Sok ngasih nasehat. Ngurus jodoh sendiri aja belum kelar-kelar.)

     Terakhir, terima kasih atas segala hal yang pernah kau sajikan, pernah kau tuangkan, pernah kau curahkan... untukku. Selamat menikah, kamu. Selamat menempuh babak baru. Jauh melintasi waktu, hanya kita yang tahu. (':

(Tim medis, tolong tim medis.)

Tuesday 8 September 2015

Mengenai Pasangan

     Sebelumnya, sebelum kalian kecewa, gue ingetin dulu kalo gue mau ngoceh. Sesuka hati. Ya kali aja ada yang anti sama curhatan dan belum tau kalo ini blog sampah. Setelah tau malah muntah-muntah, lalu kejang-kejang. Oh, ternyata temen curhat gue penderita Rabies. Oke. Karena gue gak percaya sama mulut orang (baca: gak punya temen curhat), jadi biarlah gue tuangkan keresahan hati di blog sampah ini (nb: gue gak butuh pukk-pukk, kalo belaian, butuh banget).

     Postingan gue kali ini mau ngobrolin tentang pasangan. Ya siapa lagi kalo bukan pasangan guweehhh (Lah, emang punya?). Iya. Gue belum punya. Puas lo? Berhubung gue belum punya pasangan, gue sering mikir, "Kenapa gue gak nyari aja ya? Ngejalin hubungan kayak kebanyakan. Seperti umumnya yang teman-teman lakukan."

     Bagi gue itu terlalu gegabah. Ngejalin hubungan gak se-gegabah itu. Oke, gue kasih contoh. Baru-baru ini, gue ngejalin hubungan sama orang, cewek pastinya, dia idup, tapi you-know-lah endingnya. Sama aja. Sama kayak yang udah-udah. Tak berbeda jauh dengan jawaban pecundang. Entah gue yang butuh diakui atau dianya yang gak bisa mup-on dari mantannya. Kadang nih, bagi gue, musuhan sama mantan itu jauh lebih baik daripada sahabatan. Seenggaknya, diantara keduanya udah gak ada hubungan. Jadi gak ada yang ngerasa masih saling ngasih harapan. Seenggaknya juga gue jadi belajar, kelak, saat gue udah punya pasangan, gue harus mengikhlaskan semua kenangan bareng pasangan-pasangan gue terdahulu.

     Sahabatan? Sama mantan? Gue sering nyoba. Dan gak pernah bisa nganggep dia (baca: mereka) sebagai sahabat. Akan selalu ada rasa yang beda. Biarpun dijalan ketemu, lalu saling ketawa, terus di sosial media ngobrol pake emotikon 'Ha-ha-ha', gue gak akan pernah bisa bersikap biasa karena sebagian hati gue pernah ada padanya. Lah, apalagi jadi sahabat. Lo, gimana?

     Gak bisa bersikap biasa itu bukan berarti masih ngasih harapan. Gak bisa bersikap biasa bukan juga berarti marah, benci, dendam dan hal lain yang semacamnya. Kalian boleh kok sekedar nanya kabar, saling nyapa, tapi tetep, terasa beda, bagi gue, entah kalo bagi kalian. Ah, sial. Kenapa perasaan begitu rumit. Intinya gitu ajalah ya. Pucing pala Optimus.

     Oke. Sekarang tentang cewek yang gue taksir. Belum ada. Sekali lagi, BELUM ADA. Yang dulu pun, ah udah gue kubur idup-idup... perasaannya. Sejujurnya, sekarang gue masih bingung sama hati gue sendiri. Apa yang sebenernya hati gue pengenin. Yang cantik, banyak. Yang baik, berjibun. Ah, seandainya hati gue sesimpel itu.  Jika saja kenyaman bisa diukur dari itu. Pasti gue udah bahagia. Sejak dulu.

     Mungkin, mungkin lho ya, hati gue udah terbiasa sunyi. Gue nyaman 'sendiri'. Nyatanya, gue lebih suka ngelakuin hal yang gue anggep menyenangkan bareng temen-temen daripada ngurusin siapa pasangan gue kelak. ((( Ah, jika saja 'kalian-kalian' mengerti, gak sedikitpun gue punya maksud php. Gue cuma gak mau 'kalian' terluka karena gue. Karena hati gue. ))) Guys, percaya atau enggak, sunyi dan sendiri itu bikin kecanduan.

     Sebenernya ada sih satu hal yang bikin gue ngerasa-gimana-gitu sama cewek. Bukan karena lobang. Bukan juga karena tampang. Tapi pola pikir. Gue bisa aja bilang dia cantik, dia menarik, dia antik (lo kira barang). Tapi ya cuma sebatas itu aja. Gue mikir, oke dia cantik, tapi belum tentu orangnya baik. Oke dia manis, tapi belum tentu kan bisa saling memahami. Oke dia cantik dan manis, tapi belum tentu juga dia mau nerima gue sebagai pasangannya.

     Iya. Belum-tentu-dia-mau-nerima-gue-sebagai-pasangannya. Emang sih ya, yang bukan siapa-siapa, mana bisa mendapatkan apa-apa. Itu kata bang Dika. Artinya kalo mau dapetin 'apa', lo harus jadi 'siapa' terlebih dahulu. Gue sadar, sesadar-sadarnya, gue masih nganggur. Gue ngerasa belum jadi 'siapa'. Belum siap juga untuk mendapatkan 'apa'. Dan lo tau sendiri lah ya kesimpulannya.

     Gue percaya setiap hal gak ada yang abadi. Semua selalu punya daya. Saat dayanya abis, itulah masa pergantian. Begitu juga sedih-bahagia, susah-senang. Mungkin hari ini lo sedih, ditinggal pasangan atau apalah gitu. Tapi percayalah besok lo bakal bahagia, bakal berterima kasih sama kesedihan lo. Bisa jadi sekarang lo susah, nganggur, duit masih minta ortu. Tapi kelak lo bakal seneng karena lo pernah susah. Nikmatin aja, Tuhan gak sekejam itu ngasih peran yang selalu nelangsa ke tokoh dan pemeran drama-Nya.

     Oke. Sebelum ocehan gue berakhir, gue mau nulis pesan buat kamu entah siapa yang masih khayalan, tapi yang pasti perempuan; Jika kamu tak mau kesusahan, tak mengapa, biar aku telan semua ini sendirian, lalu setelah semua berlalu tunggulah aku menjemputmu. Atau... Jika boleh aku meminta, bantu aku melewati semua, dekap aku lekat-lekat saat semesta berteriak mencela, setelah semua mereda kan ku bisikkan, "Terima kasih cinta, tanpa kau aku takkan pernah menjadi siapa-siapa."

     Itu aja yang pengen gue ocehin. Lain waktu, bakal gue posting lagi ocehan-ocehan sampah gue yang lain. Bye!

Friday 14 August 2015

Happy birthday... to me (II)

Happy birthday to me (again)
Happy birthday to me (again)
Happy birthday, happy birthday
Happy birthday to me (again)...

     Kayaknya udah lama banget gue nggak bikin postingan. Baru belajar jadi orang sibuk. Ngerjain proyek nulis cerita "kecil-kecilan" yang entah kapan selesainya (halah, alesan). Soalnya plot ceritanya mau gue bikin berbelit. Doain aja cepet kelar terus gue kirim ke penerbit terus diasese sama editornya terus dicetak terus disebarin ke toko-toko buku terus kalian beli terus buku gue jadi top 10. Harapan pertama dihari ulang tahun. LOL!

     Well, ada yang kangen sama tulisan sekaligus curhatan sekaligus sesampahan gue? Kalo ada ya syukur. Kalo enggak sih, ya nggak apa-apa tapi kok buka blog gue ya? LOL!

     Ini namanya blog. Tempat curhat gue. Perlu diketahui ya, curhat dan ngeluh itu beda. Curhat itu bercerita. Ngeluh itu nggak terima. Karena blog sifatnya pribadi, jadi terserah empunya mau ngoceh apapun hal, ngeluarin idealisme, khayalan, atau fantasinya. Orang lain tetep boleh ikutan nimbrung kok... asal jangan ngrecokin. LOL!

     Postingan gue yang satu ini sengaja nggak gue share di media sosial. Alasannya masih sama kayak postingan ulang tahun gue yang kemarin; memanjakan para stalker. Hai, stalker. *sambil dadah-dadah didepan monitor* LOL!

     Oke. Hari ini gue ulang tahun yang ke... dua puluh satu (21). Wohoo, you rock, brader! Kepala dua buntut satu! Besok-besok kalo tiap lebaran, terus ngumpul bareng keluarga besar, pasti bakalan dicerca pertanyaan"Kapan-nikah?". LOL! Jangankan mikir kapan nikah, mikir mau nikah sama siapa aja masih gelap. LOL! LOL! LOL!

     Semoga gue yang pertama udah gue ketik diatas; Bikin novel. Semoga novel pertama gue terbit. Pait-paitnya ditolak, berarti gue mesti melakukan lebih banyak riset lagi dan memperbanyak jam terbang di blog. LOL!

     Semoga gue yang kedua; Tentang keluarga. Semoga Mamay dan Papay selalu sehat dan selalu dalam lindungan-Nya. Kalo boleh jujur, gue sebenarnya takut. Gue takut jikalau waktu mengambil mereka lebih cepat. Yang gue amatin, saat ini, nggak cuma satu-dua temen yang Ayah atau Ibunya terambil oleh waktu. Banyak, teramat. Gue belum siap "timpang". Gue masih pengen liat Ayah yang menanti anak dan cucu-cucunya berkunjung setiap akhir pekan. Atau Ibu yang membuatkan sup bakso, bubur kacang hijau, atau beberapa kudapan kesukaan anaknya. I just wanna say, terima kasih Tuhan hingga hari ini aku masih mendengar marah mereka, masih merasakan kasih sayang secara komplit, dan masih bisa memeluk senyum hangat mereka dengan utuh.

     Semoga gue yang ketiga; Soal pertemanan. Semoga gue makin banyak temen, makin banyak relasi, makin banyak tali-tali silaturahmi yang terikat. Oke. Nggak bisa dipungkiri kalo datang dan pergi itu berpasangan. Tiap ada yang datang, bakalan ada yang pergi. Tiap ada yang lahir, akan ada yang mati. Begitu juga hubungan. Mungkin hari ini sahabat, besoknya saling babat. Sekarang sayang-sayangan, besoknya anjiang-anjiangan. Skenario alam selalu rumit. Tingkatan tertinggi dalam sebuah "drama". Satu-satunya jalan supaya skenario alam seperti yang diharapkan adalah merayu Sang Maha Pembuat Skenario. Well, semoga, 'semoga-gue-yang-ketiga' dikabulin. Aamiin.

     Semoga gue yang keempat; Oke. Mantan (ya mantan pacar, ya mantan gebetan, ya mantan apapun). Semoga kalian pada bisa move on dari gue ya. (Ini refleksi apa gimana sih?) Maap kalo di media sosial kalian sering gue bawa-bawa. Buat ketawa-ketawaan aja sebenernya. Seriusan, deh.
'Semoga' yang ini emang sengaja gue khususkan buat barisan para mantan. Entah ya, bagi gue asik aja gitu kalo lagi ngobrolin mantan. Tapi bukan berarti gue masih sayang, lho ya. Ntar pada baper, lagi. LOL! LOL! LOL! LOL! LOL! LOL! LOL! LOL! LOL! *digetok kepalanya*

     Mantan kalian yang anti-mainstrim kan lagi ulang tahun, bolehlah ya kalo minta sesuatu sama kalian? Nggak susah-susah kok. Cuman; (1) Minta kalian maapin gue. Mungkin selama kita saling berusaha membahagiakan dulu, ada tutur kata, sikap, dan perilaku gue yang menyakiti kalian. (2) Minta doanya biar proyek nulis cerita gue sukses. Kalo kalian tau, kalianlah yang jadi inspirasi nulis cerita tiap malem. See? Betapa berharganya kalian buat gue? LOL! (3) Agak berlebihan sih. Tapi bolehkan gue dapet ucapan "Selamat-ulang-tahun"? Nggak harus SMS atau nulis di sosial media kok. Cukup dari dalam hati kalian aja. Itupun kalo ikhlas. Kalo nggak ikhlas mendingan nggak usah ajalah. LOL!

     Semoga yang terakhir; Buat diri gue sendiri. Semoga jadi pribadi yang lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Jadilah orang yang bukan cuma ngejar dunia tapi kejar akhiratnya juga. Terus, banyak-banyakin berterima kasih. Berterima kasih kepada Sang Maha Pemberi segalanya, kepada orangtua, sahabat, dan juga haters. Jangan takut sama harapan dan 'semoga' yang belum tercapai. Takutlah sama harapan dan 'semoga' yang udah tercapai... tapi lupa buat disyukuri. Gimme, nah!

     Itu aja yang pengen gue curhatin ke blog. Kapan-kapan kalo ada sesuatu yang pengen gue ceritain, bakal gue ketik di blog. Bye!

Happy birthday to me (:

Monday 11 May 2015

Takut

     Jam menunjuk pukul 23:00 WIB. Sudah hampir setengah jam lembar kerja Microsoft Word belum ternoda. Masih berupa hamparan putih dengan kursor yang berkedip teratur di pojok kiri atas layar. Bersih. Kosong. Entah apa yang sedang dipikirkan bocah laki-laki itu. Hanya menatap datar lembar kerjanya tanpa melakukan apa-apa. Sepuluh menit berlalu, dua puluh, tiga puluh. Tentu dia punya banyak waktu untuk dibuang-buang. Untuk tak melakukan apa-apa. Malam adalah dunianya. Kesunyian adalah teman terbaiknya. Menghabiskan waktu dimalam hari berteman kesunyian membuat dunianya ramai. Ramai menurut dia.

     Malam semakin malam, semakin larut didalam kegelapan. Bocah laki-laki itu masih diam, tetap bungkam. Nafasnya terhela. Akhirnya, jari-jemari tangannya mulai mengetikkan kata pertamanya... "Takut".

     Sesaat kemudian dia melanjutkan.
     "Aku takut pada diriku sendiri. Yang orang lain katakan selalu menyenangkan, selalu membahagiakan, selalu tanpa beban.Yang kebanyakan orang kira selalu tangguh, selalu bisa memecahkan persoalan, selalu, selalu, dan selalu. Iya, selalu. Selalu adalah kata yang menakutkan. Mengerikan. Membuatku gemetar.
     Aku takut pada diriku sendiri. Yang orang lain anggap sebagai panutan. Sebagai teladan. Sebagai contoh. Aku tak seterang itu. Aku tak lebih bersinar dari kalian. Tak lebih baik juga dari tulisan-tulisanku.
     Aku takut pada diriku sendiri. Pada tanggung jawab yang ada dikedua pundakku. Tanggung jawab sebagai anak pertama. Tanggung jawab untuk membantu orang tua, untuk menjadi tulang punggung keluarga, membantu pendidikan kedua saudara, terlebih untuk diriku sendiri. Bagaimana-jika-seandainya-aku-gagal? Pertanyaan itu jauh lebih menyeramkan dibanding hantu atau makhluk buas manapun. Aku-ketakutan."

     "Beep.... Beepp.. Beeeeppp..." Tangannya berhenti mengetik. Pandangannya teralih ke sudut meja. Satu (lagi) pesan masuk dari aplikasi WhatsApp. Beberapa pesan menumpuk diponsel pintarnya. Tidak. Dia bukan tidak sadar. Memang sengaja. Sengaja untuk tidak membuka pesan masuknya. Ada hening yang cukup lama. Jeda diantara tulisan. Lalu, dia kembali melanjutkan.
     "Aku dihantui ketakutan... sampai akhirnya kamu datang. Hingga kamu memberiku pelukan, untuk tetap kuat bertahan. Untuk melawan ketakutan.
     Kini aku merasa berani. Aku merasa tak perlu lagi ada hal yang harus aku takuti. Berada didekatmu, aku tidak menjadi 'aku'. Aku menjadi 'kita'. Tentu, kita adalah aku dan kamu. Aku seperti seorang pemberani. Iya, seperti."

     Kedua bibirnya terangkat. Tersenyum kecil.
     "Tetapi aku salah. Aku semakin ketakutan. Kau membuatku ketakutan. Sejatinya aku bukan seorang pemberani. Aku adalah si penakut. Aku takut melukaimu. Melukai perasaanmu, melukai hatimu. Tidak selamanya aku menjadi mata air bahagia yang mengalirkan senyum dan tawa. Akan ada waktunya aku akan menumpahkan genangan air dikedua matamu. Pasti ada masanya sikapku, ucapanku, dan entah apapun itu akan membuat anak sungai membelah pipimu.
     Aku takut mengecewakanmu. Takut jika bukan seperti yang kamu harapkan. Aku bukan apa-apa. Juga bukan siapa-siapa. Aku hanya seorang yang merasa beruntung bisa memelukmu. Mendekapmu selekat ini. Kamu... Tak cukup semalam aku mendefinisikan kata 'kamu'. Hanya saja, aku takut tak mampu mengimbangimu.
     Aku takut kehilanganmu. Kehilangan candamu, tawamu, marahmu, atau uring-uringanmu disetiap pagi. Aku takut semua itu hilang. Takut jika tak kutemukan lagi semua kebahagian itu diesok hari. Tak kurasakan lagi hal yang sama dikemudian hari."

     "Krek.. Krekk... Sssstt, Fiuhh." Gas karbondioksida terhembus. Kepulan uap hasil pembakaran membumbung ke langit-langit kamar. Ruangan yang tak terlalu besar mulai dipenuhi asap putih. Bocah laki-laki itu tersenyum. Senyumnya lebar. Memandangi ponsel pintarnya. Membaca pesan yang dikirim oleh seseorang.
     'Udah tidur ya?'
     'Aku ditinggal lagi :('
     'Nyebelin, ah'
     'Uuu, nyebelin'

     Tangannya mulai sibuk membalas pesan yang sudah sejak sejam lalu masuk keponselnya.
     'Eh, maaf. Aku ketiduran lagi. Hehehe'
     'Selamat malam ya? Mimpi indah'

     "Tidur nyenyaklah. Bola sinar raksasa siap menunggumu dipagi hari. Begitupun... aku. Iya, aku."

Sunday 15 March 2015

Sinonim Ungkapan Cinta

     Sulastri turun dari motor tua, Honda Pitung milik Joko dengan perlahan. Sebelumnya, memang, hujan jatuh bertebaran dari langit cukup deras. Cukup untuk mengguyur mereka dalam perjalanan pulang dari sekolah. Mengguyur kebisuan malu diantara mereka.
"Jok, gue turun sini aja. Nggak usah nyampe rumah. Lo langsung pulang. Bersihin badan lo tuh yang basah kuyub. Gue nggak apa-apa kok."
"Nanggung, Las. Maju dikit kan nyampe rumah lo. Lagian entar kalo lo kenapa-kenapa gimana? Diculik sama pasukan Vudo, misalnya."
*kemudian Sulastri berubah menjadi Bima Satria Garuda*

     Siapa bilang ungkapan cinta cuma sebatas, "Aku-cinta-kamu"? Ungkapan cinta itu berkarakter. Dan karakternya ada banyak. Ada yang keliatan, ada juga yang enggak. Kalo buat tipe orang yang bisa dengan gampang ungkapin cinta mah, nggak masalah. Lah, buat yang sebaliknya, kan nggak mudah. Harus jungkir balik nyari ide buat modusin doi secara sembunyi-sembunyi, bikin kode absrut yang rapi buat nunjukkin kalo emang bener-bener punya rasa sama doi, nunjukin isyarat-isyarat bodoh kayak alien lagi ngobrol. Ujung-ujungnya, ya gitulah. Yang ditaksir jalan sama si pedal traktor. Tahik, kan ya? Tombak aja dada abang dek, tombak. Oke, tapi gue salut sama pejuang cinta yang kayak gini. Unik soalnya, kreatif, dan nggak gampang putus asa. Lo?

     Orang yang baru jatuh cinta biasanya 'nggak bisa' mikir. Tapi entah kenapa ya, kalo urusan 'gimana-caranya-deketin-doi', pasti selalu punya ide. Gini contohnya :

     Siang itu Joko sedang asyik di serambi masjid sekolah. Seperti yang biasa dia lakukan. Mengusap-usap Apple Watch-nya sambil tiduran. Istilahnya, ngadem. Cuaca hari itu memang terasa sangat terik. Menyengat sampai ke lapisan terbawah kulit. Membakar pigmen. Dari balik bangunan sebelah masjid, Sulastri membawa sebekal makanan. Dia terlihat malu-malu berjalan mendekati Joko.
"Sendirian aja lo disini. Nih, gue bawain air mineral sama beberapa kudapan. Ada klepon, onde-onde, sama nogosari. Kan nggak lucu ntar kalo tiba-tiba lo ngebangke di masjid gara-gara cuaca."
Dengan wajah kebingungan, Joko menerima bungkusan itu. "Maksudnya apa ini, Las..."
Belum selesai Joko bicara, Sulastri sudah mengepakkan selendangnya untuk kembali ke khayangan.

     Orang yang baru teler asmara mah kelakuannya banyak yang aneh-aneh. Malahan ada yang diluar nalar. Emang, hormon dopamin, serotonin, dan oksitosin kalo dijadiin satu efeknya luar biasa. Makanya bagi yang belum cukup umur, lebih baik jangan 'jatuh' terlalu dalam. Takutnya ntar susah sembuh. Nggak pindah-pindah. Sekali lagi, NGGAK PINDAH-PINDAH.

     Cinta. Biasanya cinta itu erat hubungannya sama perhatian. Perhatian itu lucu. Bentuknya ada 2; (1) Nggak penting-penting amat. (2) Ya-cukup-penting-lah. Kebanyakan sih, pada ngasih perhatian yang nggak penting-penting amat, kayak :

     Jam dinding digital kamar Joko menunjukkan pukul 9:31 PM. Malam itu, Joko terlihat sibuk dengan iphone6 yang dia beli dari hasil usaha tempel teh celup. Dia masih asyik chating dengan, siapa lagi kalo bukan Sulastri. Cewek idamannya sejak masih duduk dibangku Taman Kanak-Kanak. Tapi entah, sampai Joko kuliah, dia tak berani untuk mengatakan apa yang dirasa sejak jaman ingusan.
"Las, udah malem. Kok lo belom tidur?"
"Iya nih. Masih ngerjain tugas, kak?"
"Eh, jangan manggil kakak dong. Kan kita udah kenal lama, masa masih manggil kakak?"
"Yaudah, deh. Ini masih ngerjain tugas, Jok. Main sini ke rumah Lastri. Bantuin ngerjain tugas kek. Rumah Lastri sepi kok. Papa sama Mama baru keluar."
Joko kemudin sangek sendiri. *buru-buru tacep gas*

     Tapi ada juga yang ngasih perhatian yang bisa dibilang, ya-cukup-penting-lah. Seperti ini :

     Kuliah berakhir. Joko terlihat loyo berjalan keluar ruangan kelas. Kepalanya tertunduk. Dari arah berlawanan, Sulastri berlarian kecil menghampiri Joko. Namun Joko tidak menyadari kedatangan Sulastri.
"Dorr!!! Lemes amat jalan lo. Kenapa emangnya, Jok? Cerita gih."
"Alah, lo lagi, lo lagi. Gue dapet tugas khusus bikin makalah nih gara-gara ketauan nyimeng di kamar mandi kampus kemaren."
"Aaa, itu mah gampang. Tenang aja. Ntar sore gue bantuin ngerjain deh. Gimana?"
"Oke, Las. Makasih ya?"
*sore harinya*
Kemudian Joko dan Sulastri nyimeng bareng sambil ngerjain tugas bikin makalah.

     Nunjukin perhatian ke orang yang kita sukai itu perlu. Tapi ya jangan sampai orang yang pengen kita perhaiin itu ngerasa keganggu, kerepotan, atau malah kerecokan. Istilah gue bilang, "Ojo ndais tur ngganyik". Sekarang kan banyak tuh, pejuang-pejuang cinta yang gugur di medan asmara karena salah strategi. Niatnya sih mau perhatian, tapi gagal gara-gara si doi ngerasa keganggu. Ya kadang, lucu aja gitu ngeliatin orang-orang yang baru 'usaha' tapi usaha ngarepnya keliatan banget. Hey c'mon guys, apa kalian nggak tau tentang manusia? Gue kasih tau ya, manusia itu berkarakter. Mereka beda sama makhluk lain. Terus, gampang penasaran sama hal-hal yang nggak sepenuhnya tersingkap. Lo nggak perlu terang-terangan ngasih perhatian. Tunjukin dikit aja. Biar doi yang mencernanya, bukannya lo yang jatuh-bangunin harga diri lo. Nah, kalo tertarik, doi bakal mendekat buat menyingkap perhatian samar lo. Kalo enggak, ya itu resiko. Berarti doi nggak tertarik sama lo. Emang sih, kalo orang udah nggak tertarik, kesannya emang nggak peka. Jadi berhentilah ngasih label nggak peka kalo dari si doi aja nggak ngasih reaksi timbal-balik. Sah?

     Cinta itu perbuatan bukan sekedar tulisan... bagi sebagian orang. Sebagian lainnya, mereka mencintai melalui bentuk tulisan. Kebanyakan orang salah ngartiin kata 'perbuatan'. Padahal, perbuatan itu bukan cuma dalam bentuk "Selamat malam, bep. Udah makan belum. Jangan lupa makan, ya?". Abang nasgor yang muterin kosan sampe 7x nyari pelanggan, itu juga bentuk perbuatan kalo dia mencintai istrinya, keluarganya. Atau mungkin seorang musisi yang nyusun lirik lagu untuk seorang yang dicintainya. Atau seorang penulis, mungkin. Jadi berhentilah berpikir kalo perbuatan itu hanya sekedar mengingatkan "Udah makan, belom?" atau mengucapkan "Met bobok, mimpi indah." setiap waktu, setiap saat. Hubungan terlalu menjenuhkan kalo cuma itu-itu aja. Dunia terlalu sempit untuk hal itu.

     Oke. Bentuk lain dari ungkapan cinta nggak cuma yang udah gue sebutin. Masih ada banyak. Lagian nggak mungkin juga dong gue tulisin satu-satu, kayak misalnya;
"Kalo perlu apa-apa bilang aja ke gue. Nggak usah sungkan." atau
"Kalo lo nggak ngerti, nggak apa-apa. Gue aja yang kerjain punya lo." atau
"Nggak usah dipikirin soal ganti, pake aja dulu." atau
"Berangkat kuliahnya bareng, ya. Gue jemput." atau
"Yaelah, lanjut tugasnya besok pagi aja. Tidur dulu mendingan, nanti sakit lo." atau
"Tenang aja, gue udah hapal kok kebiasaan lo." atau
"Sakit, lo? Yaudah nggak usah ngampus dulu, gue TA-in aja." atau
"Nggak usah mikirin gue. Pikirin kesehatan lo dulu aja." atau
"Bakso lo udah gue pesenin. Kayak biasa kan? Nggak pake seledri, nggak pake bawang goreng, sambelnya satu sendok aja." atau
"Belajar nyisir berapa taun sih? Sini rapiin.", dan masih banyak lagi bentuk lain dari ungkapan cinta yang nggak semua orang sadar sama hal itu. Bagi gue nih, seni dari orang yang 'susah ngomong cinta', letaknya disitu. Hatinya nggak bisa ngelak kalo punya rasa, otaknya tau dia nggak berani untuk mengungkapkan, tapi tetep, ide selalu ngalir 'gue-mau-nunjukkin-apalagi-ya-ke-dia'. Ada nggak temen lo yang kayak gitu? Cek gih.

     Paragraf terakhir. Gue sependapat cinta itu murni. Hakikatnya menjaga dan memelihara, bukan mengambil, merenggut, ataupun merusak. Jadi selain itu, cuma nafsu. Dan kalo masih ada orang yang berpikir bahwa 'menyerahkan' berarti mencintai, demi seluruh semesta beserta isi-isinya, dia baru tersesat. Sesesat-sesatnya. Sampe sini dulu postingan gue kali ini. Yang mau berbagi pengalaman bisa menodai kotak komentar di bawah. Bye! (:

Sunday 22 February 2015

Gagal Berpindah

     Selamat malam, para penikmat sampah. Pernah denger kisah orang yang sebenernya punya kesempatan berpindah tapi doi selalu gagal, belom? Kali ini gue mau ngobrolin beginian. Aim sori, kalo 'si orangnya' baca. Nggak punya maksud, tapi emang niat. *ketawa abujahal*

     Pernah nggak lo naksir sama suatu barang semacam kemeja, atau motor, atau hengpon, atau apalah itu yang bikin boker lo nggak nikmat kalo si barang belum nyampe ditangan? Kalo lo pernah ngerasain situasi kayak gitu, berarti idup lo hedonis. Iya, hedonis.

     Nah, kalo semisal pertanyaannya gue ganti jadi gini, "Pernah nggak lo sayang sama seseorang yang walaupun bisa digantikan oleh orang yang lain tapi perasaan lo nggak bakalan bisa sama, kayak sewaktu sama dia?". Terus kalo yang ini namanya apa?

     Ada beberapa hal yang emang udah kita lewatkan, tapi entah kenapa rasanya semacam susah buat ditinggalkan. Kayak bus Jogja-Magelang yang kelewatan mau ngangkut penumpang. Pasti si sopir bakal mundurin bus-nya. Emang tuh, bus gagal mufon. Yang udah kelewatan aja masih ditungguin, pake mundur segala lagi. Kayak nggak ada penumpang lain aja. Contoh tuh, bus tranjokja. Maju terus, ngeliat kedepan, visioner, kondisioner (halah). Eh, ini kenapa gue jadi ngomongin bus sih? Baiklah, kembali ke jalur lagi.

     Bdw, disini siapa hayo yang belom mampu berpindah? Nggak usah malu, sini ceritain ke Om apa persoalan kamu? *elus kepalanya*

     Gagal berpindah nggak selalu identik sama gagal ngelupain mantan, yang makin hari makin menawan. Atau ngelupain gebetan yang malah asik sendiri sama urusannya (Kamu kalo sibuk mulu, ke laut aja sono biar dimakan ubur-ubur.), tapi anehnya tetep kita cinta. Atau juga ngelupain cewek yang lo suka. Yang udah punya pacar. YANG PACARNYA KAYAK KADAL MESIR. *sorry-sorry, keyboard gue emang suka error gini*. Nah, gagal berpindah itu bisa jadi  karena lo udah ngerasa nyaman sama suatu hal (bisa tempat, bisa sifat, bisa barang, atau bisa juga status), yang ujung-ujungnya lo enggan buat beradaptasi dengan hal baru, memulai dari awal lagi, atau nyusun dari tingkat pertama.

     Nggak masalah semisal lo belum mampu berpindah atau masih suka nginget yang udah 'basi'. Lo setingkat lebih elegan kok, karena berani ngaku dibanding mereka yang cuma ngaku-ngaku. Perlu diketahui ya, nginget-inget 'barang basi' itu nggak apa-apa, selama menggunakan cara yang sehat. Bener kan?

     Sekali-kali jadi Pak Mariyo Thengkleng, ah. Oke! Karena kebanyakan orang nganggep 'gagal berpindah' itu identik dengan sulit ngelupain mantan, gebetan, dan apalah itu yang sejenisnya, gue bakal nurutin pemahaman kalian. Disini gue mau ngasih pencerahan buat orang-orang yang susah dan cenderung gagal berpindah. Yang cuman disitu-situ mulu, nggak ada tanda-tanda kemajuan. Kayaknya masa depan lo mulai nggak asik tuh. Buruan gih, dibenerin. (Sok-sokan ngasih pencerahan. Emang proses berpindah lo sukses, bal? | Ngg... )

     Oke, sahabat super rahimakumullah. Apa gerangan yang membuat engkau bersedih hati? Tiap penyakit itu ada penawarnya, tiap masalah ada jalan keluarnya, dan tiap jomblo sudah tentu ada pasangannya (walau entah dimana). Sekali-duakali bolehlah kayak supir bus Jogja-Magelang. Nengok belakang bentar. Tapi ya jangan keterusan. Mungkin masa lalu lo, mantan-mantan lo, udah pada punya pasangan. Udah pada bahagia. Mungkin juga udah ada yang jadi manten, udah ngerasain malam pertama (baca: Ngitung uang sumbangan kondangan dari orang-orang.), atau malahan udah punya momongan. Kalo lo asik nengok ke kebelakang, kapan mau majunya? Pindah woy, pindah. Udah penuh. Udah penuh kenangan. Lo butuh masa depan. Paham?

     Oke, gebetan (baca: Orang yang baik sama lo, peduli, dan selalu sukses bikin lo GR, padahal dia ngelakuin itu sama semua orang. Kan, kamfret.). Nggak ada yang lebih buang-buang waktu selain nungguin orang mancing dan ngarepin gebetan (entah apa hubungannya orang mancing sama gebetan, mungkin cowok barunya gebetan ini hobi mancing yang bauk keteknya kayak pelet ikan, atau apalah gue juga kurang paham). Boleh jadi lo suka sama si dia, tapi dari dianya suka nggak sama lo? Kalo cuma lo sendiri aja yang suka, yang cinta, yang sayang, buat apa diperjuangin? Buat apa ditungguin? Mending nungguin ayam bertelor. Hasilnya keliatan, telor ayamnya ada. Lah, lo nungguin orang yang sama sekali nggak sayang, sampe si ayam naik haji 3x pun, lo ngelakuin hal yang sia-sia. Pindah, woy. Pindah. Mungkin aja lo ngerasa nyaman karena udah terbiasa. Iya, terbiasa dibodohi sama pesona gebeten antah-berantah lo itu misalnya. Tapi percayalah, nggak ada suatu hal yang lebih nyaman selain ngeliat jauh kedepan. Tinggalin orang yang bikin lo berjuang sendirian. Jauh disebrang sana gue yakin, pasti ada orang yang nungguin lo buat berjuang sama-sama. Iya, gue yakin.

     Oke, orang yang ((( pernah ))) sayang sama lo, tapi lo abaikan. Sebelumnya, lebih milih mana; "men-cinta" atau "di-cinta"? Kebanyakan orang akan lebih memilih di-cintai, karena itu lebih mudah dibanding men-cintai. Dan nggak pernah ada yang bilang, diabaikan itu menyenangkan, apalagi "di-abaikan dalam men-cintai". Satu hal yang menjadi pasti; Mungkin dia udah bahagia sama orang 'mencintainya'. Buat lo, nggak ada lagi kesempatan buat mencintai orang yang (pernah) mencintai lo, yang waktu itu lo abaikan. Kenapa? Karena kesempatan itu memiliki nyawa. Terlambat sebentar saja, dia bisa mati, atau... diambil orang lain. Pindah, woy. Pindah. Kalo cuma menyesali kesalahan, ujung-ujungnya lo cuma bakal balik lagi ke awal; ada orang yang cinta sama lo - lo abaikan - lo lebih milih orang yang terlanjur kecewa sama lo - lo nyesel sama yang sebelumnya - ada yang cinta sama lo lagi - lo abaikan lagi -... *begitu seterusnya sampe setan capek bikin lingkaran*. Hati itu seperti gelas kaca. Kalo terjatuh dan pecah, ya dibuang. Ganti yang baru lagi. Bukannya malah diperbaiki. Emang ada tukang reparasi gelas pecah? Kayaknya enggak deh.

     Kemarin, hari ini, dan esok, nggak akan pernah sama. Mantan-mantan lo, gebetan-gebetan lo, orang yang (pernah) sayang sama lo, juga nggak ada yang 'tetap-sama', seperti saat pertama kali ketemu. Mereka berubah. Mereka berpindah. Mungkin yang dulu saling "Malem, bep. Nice dream."-an, jadi "Babi, mati aja lo!"-an. Yang dulu pernah "Sayaaaanngg deh sama kamu."-an, jadi "Kamu tuh nggak pernah bisa ngertiin aku ya!"-an. Terus yang biasanya dipercakapan sosial media saling "Ehm!; Uhukk!; Woy!"-an, jadi cuman dibaca aja, dibalesnya enggak. Parah kan?

     Paragraf terakhir. Hidup itu emang terus berpindah. Nggak bisa dipungkiri. Dan perpindahan erat kaitannya sama perubahan. Kalo nggak percaya, tunggu aja masanya. Orang yang lo sayang sekarang, bisa aja adalah orang yang lo benci kelak. Yang deket sama lo sekarang, mungkin yang mulai menjauh dari lo pada waktunya. Pun sebaliknya. Kalo dari gue sendiri, gue lebih milih puas-puasin secara bijak momen bersama orang-orang terdekat. Yang gue sayang. Yang gue cintai. Entah besok atau lusa bakal ada banjir air mata, luka, pilu, atau gagal berpindah sekalipun, P.E.R.S.E.T.A.N. Yang penting gue udah (pernah) bahagia... bareng dia.

Oke, sampe sini dulu postingan gue. Yok, bagiin ke kita pengalaman gagal berpindah lo atau apapun di kolom komentar. Gas! (:

Wednesday 28 January 2015

Persoalan Cinta

     Persoalan cinta nggak bakal selesai hanya dengan satu atau dua postingan. Ini yang gue suka. Gue jadi ada bahan dan nggak kehabisan topik buat diobrolin di blog.

     Kali ini gue mau ngobrolin tentang seseorang yang pernah hidup bukan sebagai dirinya sendiri sewaktu masih pacaran, melainkan jadi orang lain. Gue percaya diantara kalian pasti pernah jadi makhluk lain semasa pacaran. Entah sekarang, entah dulu (hayo, ngaku lo). Gue nggak bermaksud ganggu ketentraman hubungan perpacaran kalian. Juga nggak ada niatan buat ngusik hidup kalian. Gue cuma mau nanya satu hal, pernah kepikir nggak mau sampai kapan kalian jadi orang asing? Yang bukan sejatinya kalian?

     Gue punya beberapa sampel;
     Yang pertama. Indikasi lo berubah jadi orang lain adalah, panggilan-panggilan aneh sebelum waktunya (Papa-Mama / Pipi-Mimi / Ayah-Bunda / dan yang serumpun). Contoh;
"Ma, udah makan belom nih? Jangan telat-telat makan. Entar Mama sakit. | Makaciiihh. Papa perhatian banget. Makin sayang deh."
Ini biasanya yang make anak-anak labil. SMP-SMA (tapi nggak menutup kemungkinan anak kuliahan juga). Katanya, pake sebutan Papa-Mama biar keliatan keren ato apalah gue juga nggak ngerti. Oke, itu hak lo mau manggil pacar lo dengan sebutan apa. Tapi ngerasa aneh nggak sih? Masih pada bocah, manggilnya Papa-Mama. Lagian entar kalo doi laper, pasti makan juga kan? Babe gue yang cinta maksimal sama Emak gue nggak gitu-gitu amat. Nah, kalo dari awal, dari manggil pacar lo aja udah aneh, gimana lo jalanin kedepannya? Kata kebanyakan orang, biar lucu. Lucu darimananya? Iya, lucu kalo menurut salah satu pihak, entah menurut pihak satunya. Kepaksa mungkin. Coba cek gih, tanyain ke pacar lo.

     Kedua. Kekuatan cinta emang luar biasa. Bisa ngubah yang tadinya lo makhluk sehat, mendadak perlu rehat;
"Aku bobok duluan ya? Udah ngantuk nih. | Iya, bep. Met bobok, mimpi indah. Mimpiin aku ya? | Iya, yaudah kamu yang nutup telponnya dong. | Nggak mau, kamu aja. | Kamu.. | Kamu.. | Kamu... | Kamu.. | *begitupun seterusnya sampe fajar menjelang*
Gue yakin lo pernah ngelakuin percakapan beginian ditelpon sewaktu pamit mau tidur sama pacar lo. Ini gue anggap aneh. Kenapa? Karena saat lo nelpon, mungkin mata lo itu udah ngantuk level KPK vs Polri part III, tapi tetep aja lo paksain buat bales "kamu-kamu-kamu-kamu" yang entah sampai kapan selesainya, demi cinta. Sob, jangan cuma doi aja yang lo pikirin, tubuh lo juga butuh cinta. Kalo doi bilang, "Kamu-yang-nutup-telponnya.", ya tutup aja. Nggak usah sok. Biar dikira romantis, gitu? Alah, palingan juga cuman bertahan beberapa hari. Dari percakapan telpon aja udah keliatan dipaksakan, gimana lo ngejalanin hubungan?

     Selanjutnya. Cinta juga mendadak bikin lo jadi seorang yang rela untuk berkorban. Iya, berkorban buat disalah-salahin;
"Kamu seharian ini kemana aja nggak ngabarin?! | Aku ngerjain tugas, bep. Di kampus. | Nggak bisa ya bentar aja ngasih kabar ke aku?! | Ya, tad, tadi aku... | Alah alesan! | Iya deh maaf. Aku yang salah. | Bodo! Kamu tuh nggak peka ya?! | ... "
Kalo ini kembali ke UU tentang perempuan, pasal 1; Cewek selalu benar. Atau bisa juga pasal 2; Kalo semisal cewek yang salah, kembali ke pasal 1. Solusi; cium saat dia baru ngomel-ngomel (dan jangan bilang kalo ini saran dari gue).

     Banyak hal dalam suatu hubungan yang nggak kita sadari malah mengubah siapa sebenarnya kita. Kadang, sesuatu yang 'kita-anggap' romantis pun, nggak selamanya terasa manis. Terasa aneh, iya. Contohnya kayak panggilan Papa-Mama ato semacamnya, jaket ato t-shirt yang warna, motif, dan modelnya sama (kayak orang abis kampanye aja), atau bisa juga nama pacar yang lo ukir ditangan pake silet. Bukan lagi keliatan "Cinta-itu-indah", tapi kesannya malah "Cinta-itu-rumit". Emang selayaknya, biar cinta itu sebagai dirinya sendiri. Nggak usah dikasih variasi-variasi ato dimodifikasi kayak motor lo yang gondhes itu. Walaupun sebenernya niat lo bagus, tapi apa yang bisa ngalahin dari sebuah originality? Nggak ada kan? Begitupun cinta.

     Sering suatu hubungan berakhir karena kekecewaan. Kebanyakan orang bilang, "Dia-nggak-kayak-dulu-ya?", "Kok-sifatnya-berubah-sih?", "Aku-kangen-dia-yang-dulu.". Karena apa? Karena lo pas pertama kali kenal sama dia, bukan sebagai diri lo sendiri. Kalo sejak awal lo adalah alien, lo bakal berakhir sebagai alien. Kalo lo ngawalin hubungan sebagai orang lain, lo bakal berakhir juga sebagai orang lain. Jadilah diri lo sendiri, biarkan dia tau apa kekurangan disamping kelebihan yang lo punya. Gue berani jamin, dia pasti bakal lebih bisa ngertiin dan nerima lo apa adanya. Percayalaaahh... (sfx: God's Voice)

     Nggak ada yang terbaik di dunia. Nggak ada yang lebih baik dari apa yang udah lo miliki saat ini. Saat lo nyari yang terbaik, yang lo dapetin adalah yang terbaru. Dan akan berlaku seterusnya. Yang terbaru, sekilas emang keliatan terbaik. Kenapa? Karena lo belum pernah ngerti sebelumnya. Tapi seiring berjalannya waktu ending-nya bakalan sama. Lo bakal nyari yang 'lebih-baru' lagi. Perasaan bosen, kesel, marah, kecewa, dan cemburu itu alamiah. Nggak bisa kita hindari. Pun saat kita menjalin hubungan dengan siapa aja. Bodoh kalo lo nyari yang terbaik dari yang udah lo miliki sekarang. Bodoh kalo lo ninggalin pacar lo buat nyari yang lebih baik. Iya, bodoh.

    Akhir paragraf. Bagi gue, dewasa itu bukan ketika lo punya pola pikir lebih matang daripada pasangan lo. Dewasa itu adalah, lo yang siap dan berani tumbuh menjadi pribadi dewasa bersama pasangan lo. Rintangan dalam hubungan akan selalu ada. Batu kerikil pun akan selalu menghampiri. Yang jadi masalah; Apakah mimpi yang udah susah payah kesusun hingga membumbung tinggi bakalan runtuh hanya karena sebuah kerikil? Lo dan pasangan lo yang tau jawabannya. Bye.

Sunday 18 January 2015

Pengetahuan Kadang Menghancurkan

"Untuk beberapa hal, nggak tau itu justru lebih baik daripada tau banyak."

     Yap! Itu yang pengen gue obrolin. Gue dapet ide nulis kali ini dari hasil pengamatan gue. Mungkin rada-rada subjektif sih, tapi kebanyakan "yang-gue-liat" kek gitu. Sebelumnya gue mau ngucapin makasih dulu nih buat pihak-pihak yang sengaja gue libatin di tulisan ini. Sekalian mau minta maaf juga kalo misal ada yang ngerasa. "Misal", lho iki. Posisiin diri lo sebagai karakter lain ditulisan gue karena nggak selamanya "lo" adalah orang yang ada didalam tulisan gue. Tenang, kerahasiaan identitas kalian gue jamin kok. Gue bukan tipe orang yang suka bongkar aib, kalo bongkar-bongkar kenangan sih... ah, sudahlah. Lanjut.

     Suatu ide itu muncul dari sebuah kegelisahan (Kalo lo pengen jago nulis, banyak-banyakin gelisahnya. Gitu). Gue percaya. Karena kebanyakan dari apa yang gue tulis di blog, adalah ejakulasi dari kegelisahan-kegelisahan gue. Oke langsung aja, berhubung ini bukan blog reproduksi manusia, apalagi yang mau gue bahas kalo nggak seputar cewek (sekali lagi, ini bukan blog reproduksi manusia).

     Belakangan, gue sering ketakutan, gue ngerasa sendirian, gue butuh perlindungan (Udah alay belom?). Gue bukan takut sama cewek (APALAGI SAMA COWOKNYA YANG NGGAK SEBERAPA ITU! HAH!). Tapi nggak berarti juga gue berani. Yanggak mungkin kan gue ber-durhaka sama orang yang bawa surga ditelapak kakinya (halah!). Gue, sebenernya takut sama rasa sayang cewek ke cowoknya. Yang kadang berlebihan. Nggak terkontrol. Membabi-buta. Gue aneh ya? Orang si cewek punya rasa sayang malah ditakutin. Maklum, namanya juga seorang anti-mainstrim. Emang beda dari yang lainnya. Oke, ini gue cerita berdasar dari apa yang (sering) gue liat. Cowok-cewek, didalam kamar berdua, kunci pintu. Pada ngapain coba? Main catur? Main kartu uno? Apa mungkin belajar masak? Kalo belajar masak kayaknya nggak mungkin deh. Aaa, mungkin pada ngerjain tugas kampus (yang ini parah). Nah, lo pasti ngertilah apa yang gue maksud. Jujur, gue ngerasa iri sih enggak, kalo cemas, iya... banget. Jangan-jangan yang lo cumbu itu istri gue kelak. Jangan-jangan yang lo usap perutnya pake tissue itu pasangan guweeehh (oke, terlalu berlebihan).

     Emang, cewek emang nggak pernah mikir. Dan cowok, nggak pernah bisa ngerasain (Frontal, frontal deh. Lagian gue ujian udah kelar kok. Ketemu sama temen-temen juga masih sebulan lagi. Abis nge-post gue mau di rumah terus aja. Biar aman. Biar nggak ditampolin.). Bagi gue itu bukan definisi sayang. Sadar, Bep. Sadar. Kamu baru nanem biji jarum di tanganmu, di bibirmu, di lehermu, di pundakmu, di sekujur tubuhmu. Saat pacarmu yang kayak lumut rawa itu pergi, kamu bakal kesakitan nyabut satu persatu jarum yang terlanjur ketancep. Percaya sama aku, Bep... (Eh, ini pada ngapain ya? Kok ngeliatin gue semua? Oke! Gue bukan makhluk suci bukan juga sok menyucikan diri. Gue sadar, gue banyak dosanya. Kemaren kambing pak RT bunting diluar nikah... tapi gue tetep tanggung jawab kok!).

     Bukan cuma sekali-duakali yang gue liat. Bukan cuma yang nggak kenal aja yang gue amatin. Jogja itu luas. Jogja itu istimewa. Jogja itu kota pelajar. Ya, memang dikhususkan untuk orang-orang yang berminat untuk "belajar". Gue beruntung bisa belajar, ketemu, dan kenal sama berbagai-macam-tipe-bentuk cewek dari yang ke-cabecabe-an, semi ke-cabecabe-an, sampai yang ke-ibuibu-an. Tapi kadang, 'lo-tau' itu bukannya nenangin. Tapi malah menciptakan ketakutan-ketakutan baru. Jadi ibaratnya nih, lo seakan-akan bentuk suatu benteng pertahanan berlapis yang bahkan lo sendiri aja ragu buat nembusnya. Pernah ngalamin kek gitu? Toss! Gue baru dititik itu. Yagimana mau gerak ke negeri sebrang, kalo untuk ngelewatin benteng lo sendiri aja masih ragu, kan?

     Sometimes, hal yang udah lo dapet dan pelajarin, malah ngubah pola pikir yang tadinya kesusun rapi jadi berantakan. Yang tadinya lo yakin, jadi ragu-ragu. Yang tadinya lo nggak punya pikiran apa-apa jadi mikir, "Ah, mungkin dia nggak beda jauh sama cewek-cewek yang pernah gue temuin." Lo tau apa yang menyedihkan dari sebuah stereotip? Itu nggak melulu dari apa yang orang lain omongin, melainkan dari apa yang lo pikirin. Emang ya, parah banget gue. Perlu dikasih perlakuan khusus. Harus dirujuk ke Panti Rehabilitasi Hati dan Gangguan Perasaan. Kalo beneran ada gue bakalan masuk nih kayaknya.

     Gue rasa, itu yang bikin gue masih ambil 1000 pikir kalo ngomongin masalah hati. Selain belum nemu yang pas (walaupun entah yang 'pas' itu yang kayak gimana), dan belum ketemu sama yang bisa ngimbangin gue juga (yakeles, lo pikir timbangan beras). Buat saat ini it's okay sih jadi jomblo (single-elite lebih tepatnya). Nggak buruk-buruk amat. Gue jadi punya lebih banyak waktu buat nyembuhin stereotip gue tentang 'cewek', kalo didunia nggak ada yang sempurna. Semua diciptakan dengan kekurangan dan kelebihan masing-masing.

     Cerita dikit, ah. Perasaan iri itu manusiawi. Sesekali gue iri sama yang, itu tuh yang pada pasang-pasangan. Bukan iri karena intensitas keluar-masuk kosannya, bukan juga karena cantik apa enggak si ceweknya, tapi karena langgengnya. Kerena awetnya. Pacaran sampe tahun-tahunan... (tapi nggak dilamar-lamar. Udah kayak kredit motor yang nggak lunas-lunas. Ironis). Lah gue pacaran paling lama cuman setahun, abis itu bubar. Itupun terakhir kali pas SMA, sekarang udah kuliah semester 5, dan masih tunggal sejak saat itu (re: SMA). Menurut data statistik, percintaan gue menurun drastis. Eh, ini seriusan lho. SMP aja pacar gue kakak kelas kok (DAN LO BANGGA, HAH?!).

     Kalo sekarang sih dari gue sendiri lebih kearah ((( belum begitu ))) mentingin persoalan hati dulu (tapi kalo ada yang ngajakin pacaran, hayuukk). Aku masih kuat bertahan dengan semua keadaan ini, Bep (halah!). Lo semua kan tau, sesuatu yang udah jadi kebiasaan nggak mudah buat ditinggalkan. Begitupun kalo lo udah kebiasa ngejalanin hidup sendiri (ah elo, Bal. Tahunnya aja yang ganti, hati masih tetep sama. Kosong, hampa, tandus). Dan sialnya, gue perlu belajar lagi buat nerima orang lain masuk kedalam hidup gue. Nobody said it was easy kalo kata Coldplay. Nah, sejauh halaman 18 di tahun 2015 ini, ada sih satu orang yang bikin IQ gue mendadak jongkok 100 tingkat. Namanya... ah, nggak jadi aja lah. Entar dia GR kalo namanya gue tulis disini. Lagian gue juga udah jarang ketemu, saling SMS pun tidak... walaupun sebenernya gue pengen SMS, tapi nggak berani. (Pih! Lakik macam apa kamu ini. Potong aja itu, sampe pangkalnya!). Doi orangnya banyakan serius. Tapi kalo udah kejebak jokes dari gue, luruh semua tuh seriusnya. Momen yang gue suka, apalagi kalo bukan pas dia lagi serius. Terus, momen yang selalu sukses bikin gue susah tidur adalah, ketawa lepasnya (Namanya juga orang baru jatuh cinta, biarkan hormon yang berkerja). Tapi berhubung gue masih dalam proses belajar buat nyembuhin stereotip yang fakyu ini, dan daripada gue terburu-buru deketin dia tapi ujung-ujungnya cuman jadi kakak-adek, gue biarin dulu aja dia melanglang-buana, nyari sesuatu yang menurut dia dia pantas untuk ditemukan. Initinya, gue percaya aja sama dia. (PERINGATAN: Waham membunuhmu!). Gue cuman mau ngasih beberapa kalimat buat calon pasangan gue yang masih remang-remang, biar entar dia nggak kaget sama "aku" yang se-aslinya; Aku adalah laki-laki dengan benak yang berbeda. Kamu mungkin bisa menemukan seribu laki-laki yang melebihi kemampuanku, tapi tidak dengan caraku berpikir, tidak dengan caraku mencintai kamu.

     Well, selalu ada sisi positif dalam hal apapun. Dari lo yang nggak tau apa-apa, dan dari lo yang tau banyak. Saat lo "nggak-tau", seenggaknya lo bisa menikmati nyamannya ketidaktahuan. Kadang, malah lebih nikmat sih ya? Kemudian, saat lo diposisi "tau-banyak", lo nggak bakal gegabah dalam menentukan pilihan. Lo bisa bedain, mana barang KW mana barang ori, mana yang cuma sekedar suka mana yang bener-bener cinta.

     And, last paragraph. Nothing is more attractive than a man who is fully committed to his woman. No matter how many females are drawn to him. His eyes, ears, and hands, remain on his woman (thanks google-translate, you are doing it right). Bye. (: